Jogjakarta

Perjalanan belum usai, tulisan adalah cara kita mengingat dan melompat lebih jauh. Sejauh ingatan yang kerapkali meluncur ke kota seribu candi yang patut untuk kau kunjungi, kota dengan segudang suguhan kesederhanaan yang tak pernah dibuat-buat, senyum tulus masyarakat, arti penting dari keramahan yang di-Agungkan, kearifan lokal yang terjaga, tempat wisata yang mendunia dan kehangatan khas Indonesia.

Di Jogja, senja saja bahkan dapat memberikan pemandangan yang sepuitis ini. Rasa rindu untuk kembali adalah magnet mistis dari Jogja yang akan memanggilmu sebagai kekuatan rasa syukur terhadap indahnya alam ciptaan Tuhan tanpa perlu diiringi dengan tepuk tangan paling lama, sebab kota Jogja memiliki ruh dengan tepuk tangannya sendiri.

Jogja begitu istimewa!!

Kota legendaris sejak zaman mataram ini kalian dapat menyebutnya apa saja; kota pendidikan, kota buku, kota penyair, kota pelajar, kota revolusi, kota seniman, kota budaya. Tak heran “Menjadi Jogja Menjadi Indonesia” Tema yang tertulis ini sudah sepantasnya melekat di kota yang mampu mempertahankan kearifan lokal budaya jawa yang Adiluhung bersanding dengan budaya kekinian, sebab hampir semua kota lainnya yang entah sudah berapa banyak kebudayaannya ikut tenggelam dan tergilas zaman.

Eksotiknya Malioboro, lampu jalanan kota, suguhan para pelukis serta musisi jalanan dan riuhnya remaja bercengkrama adalah pemandangan paling mesra. Mata kita akan dimanjakan dengan riuhnya pasar-pasar tradisional, angkringan dan cafe-cafe modern yang ikut berbaur karena perkembangan zaman, semua tumbuh menjamur memberikan dampak ekonomis untuk perekonomian rakyat, tentunya dengan masih melindungi tradisi, dan nilai-nilai budaya yang berakar.

Manisnya Gudeg Jogja, tiwul, bakpia, hangatnya wedang uwuh, kopi joss, Kulonprogo Binangun, Gunung Kidul Handayani, Seleman Sembada, batik, adalah daya tarik yang dihantarkan kota Jogja pelan-pelan.

Layaknya surga kecil yang disuguhkan alam, ada banyak wisata yang dapat kalian kunjungi jika ke sana; Museum Ullen Sentalu, Situs Ratu Boko, Museum Benteng Vrendeburg, Candi Sewu, Pantai Baron, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Taman Sari, Air Terjun Sri gethuk, dan masih banyak lagi list wisata yang ciamik untuk kalian tapaki, sebab tulisan saja tak akan mampu menjelaskan semuanya.

Museum benteng Vrendenburg misalnya, merupakan sisa peninggalan jaman kolonial Belanda di Indonesia. Kita dapat menikmati suasana yang cukup asri di dalam setelah lelah berjalan di sekitaran Malioboro karena lokasinya stratergis berada pada titik 0 (nol) Jogjakarta, yaitu di ujung Jl. Malioboro yang menjadi ikon DIY. Tiket masuk yang ditawarkan juga cukup murah. Apabila kalian hobi fotografi, maka museum ini memiliki spot-spot menarik yang bisa kalian eksplore baik itu di sosial media maupun dalam sebuah ingatan dan cerita. Di kota Yogyakarta banyak sekali kita temui peninggalan-peninggalan sejarah, sebab Jogja adalah kota lama, banyak peninggalan yang dapat ditemukan di Yogyakarta dan sekitarnya. Bukan hanya dari abad XVIII M, namun juga pada abad –abad sebelumnya. Pada abad XVI M, Yogyakarta menjadi pusat Kerajaan Mataram Islam. Sementara pada abad VIII M, sekitar Yogyakarta sudah menjadi pusat peradaban khususnya yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha.

Jogja adalah kota kecil dengan multikulturalisme tinggi serta kota yang memanusiakan manusia. Pasar tradisional dan beraneka ragam batik yang dijajakan adalah buah dari budaya yang dilestarikan. Karakteristik warga Jogja yang sederhana dan menghargai seni budaya tentu tidak akan mematikan pasar tradisional. Di era modernisasi dan tekhnologi, pemikiran manusia kian berubah, kota besar contohnya; tawar-menawar seolah tersingkirkan dan menjadi hal paling rancu sehingga mengganggap menawar harga barang adalah hal yang tak manusiawi, hilang empati, dan pikiran lain yang menganggap intoleran kepada rakyat kecil. Terlalu banyak pikiran-pikiran negatif yang pada akhirnya justru menjadi peluru yang kelak mematikan hal-hal yang baik. Padahal di pasar tradisional inilah timbulnya ikatan kuat antar masyarakat, arti toleransi, cara menghargai, dan silahturahmi dapat terjalin. Di kota besar banyak pedagang yang sengaja menaikkan harga barang selangit, lalu apakah menawar harga barang yang dibandrol dengan harga yang tak masuk di akal menjadi simbol kurangnya empati? Di Jogja kalian bisa merasakan kehangatan para pedagang di pasar ketika sedang “tawar-menawar” dan merasakan ketulusan warga Jogja yang tidak ternoda oleh pikiran “mencari untung sebanyak-banyaknya”. Banyak hal baik dari kesederhanaan kota ini yang membuat kalian berfikir bahwa Jogja tak hanya sekedar tempat wisata.

Rasa rindu melihat merapi dengan mata telanjang dari kawasan Tugu Jogja yang tertutup gedung-gedung yang semakin dibangun tinggi menjulang seringkali menjelma sebuah ketakutan akan virus modernisasi masuk ke kota Jogja dan menghilangkan akar budaya, tapi percayalah, bahwa kota Yogyakarta sekarang sedang berbenah dalam mewujudkan dirinya sebagai salah satu tujuan utama wisata Indonesia tanpa menghilangkan budaya, sebab justru budaya itulah yang menjadi modal terbesar dalam pengembangan kota Yogyakarta dikemudian hari, termasuk dunia kepariwisataannya.

Untukmu Jogja, cinta adalah satu-satunya pintu yang terbuka.

Komentar

Postingan Populer